Surabaya_Farkesnews,-Munculnya anggapan jika Indonesia mengalami krisis dalam dunia kesehatan dan farmasi diamini Agung Nugroho saat memberikan sambutan Rapat Kerja Nasional dan Seminar Nasional Inter-profesi Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan (FSP Farkes) KSPSI di Hotel Sahid, Surabaya pada Sabtu (4/3/2023).
Mengaca saat pandemi melanda dunia, Agung menjelaskan peningkatan infrastruktur kesehatan di Indonesia harus segera direalisasikan. Itu lantaran Indonesia masih sangat bergantung pada infrastruktur yang ditawarkan asing. “Indonesia masih belum memiliki kedaulatan dalam hal kesehatan sektor infrastrukrur baik alat kesehatan maupun obat-obatan,” kata Ketua Umum FSP FARKES KSPSI itu.
Menurutnya selama ini efek kemandirian dalam sektor industri farmasi bisa diharapkan mengurangi impor, serta meningkatkan produktifitas.
Selain itu, kata dia, regulasi pemerintah harus bisa dibenahi kembali. Selama ini Indonesia memiliki permintaan pasar yang cukup tinggi perihal obat-obatan untuk masyarakat Indonesia sendiri. “Regulasinya harus memberikan peluang agar obat-obatan diproduksi dalam negeri. Maka dari itu kita harus berdaulat,” ujarnya.
Ketidakmandirian dalam sektor industri Farmasi juga dibenarkan oleh Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby. Selama ini dalam farmasi dan kesehatan, kata dia Indonesia tidak mandiri dari segi tekhnologi, bahan baku serta proses yang dihasilkan nantinya.
“Saat ini 90 persen bahan baku kita impor. Saya rasa Kemandirian bisa kita capai apabila ekosistem dalam kefarmasian bisa dirombak lagi. Ini PR besar Bangsa Indonesia,” jelasnya.
Mahlil mengatakan, solusinya ialah menguatkan manufaktur tekhnologi farmasi. Selain itu juga minimnya inovasi yang dicetuskan oleh beberapa pemangku kepentingan. “Kedaulatan manufaktur harus benar-benar kita capai,” ucapnya.
Menurutnya, hal lain yang perlu diantisipasi ialah banyaknya pihak yang bermain dalam obat-obatan dalam negeri. Dimulai dari distribusi hingga permainan harga. “Dugaan aspek rantai pasok yang terlalu panjang mekanismenya. Farmasi kita saat ini bersifat kapitalis,” bebernya.
Sumbangsih pendapat juga dilontarkan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Soekarwo (Pakdhe Karwo). Dirinya menyikapi permasalahan di dunia Farmasi dan kesehatan lantaran ketergantungan impor Indonesia yang relatif tinggi terhadap alat kesehatan beserta obat-obatan..
Mantan Gubernur Jawa Timur itu mengatakan, saat ini Cina dan Amerika menjadi dua negara eksportir terbesar alat kesehatan di Indonesia.
Dirinya menyatakan, Indonesia berpotensi merajai pasar obat-obatan dan alat kesehatan jika mengambil jumlah populasi dalam negeri. “Pasar tertutup kita itu 270 juta jiwa. Kalau itu dipenuhi itu sudah cukup. Tapi butuh kemauan kuat. Itu bisa memotong harga dan kecepatan pengiriman kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Soekarwo menambahi, permasalahan farmasi itu harus ada riset lanjutan untuk mengganti bahan baku yang diimpor oleh negara. “Harus dilakukan rekonstruksi dan riset ulang untuk menyelasikan bahan baku yang nantinya dapat diganti oleh bahan lain yang ada di Indonesia,” pungkasnya.